Tangkal Hoax Dengan Literasi
Medan, Sumatera Utara- Maraknya berita/informasi palsu (hoax) yang beredar di masyarakat, salah satunya akibat rendahnya kemampuan literasi. Apalagi di era pesatnya media sosial, hoax bisa mudah ditemui.
Di tahun 2017, Masyarakat Telematika Indonesia merilis survei tentang informasi palsu dimana media sosial adalah sumber utama peredaran hoax.
Di tambah lagi penelitian We Are Social yang bekerjasama dengan Hootsuite di Indonesia yang mengatakan bahwa dari 130 juta masyarakat Indonesia aktif di media sosial. Penetrasinya nyaris separuh (49%).
Belum lagi temuan per September 2018 yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dimana mereka telah menerima aduan sebanyak 912 ribu yang mayoritas berbau konten pornografi (93,6%). 51 ribu diantaranya mengandung konten perjudian (5,64%). Dan 453 aduan berupa konten radikalisme (0,04%).
"Gawai tidak sepenuhnya menjadi penyebab rendahnya literasi di Indonesia. Ada beberapa faktor lain, mulai dari belum terbiasa dan termotivasinya masyarakat untuk membaca hingga sarana yang minim," ujar Sofyan Tan anggota MPR DPR-RI kala menjadi narasumber pada Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia (KPDI) ke-11 di Medan, Rabu, (7/11).
Namun, ada berbagai cara menumbuhkan budaya literasi di tengah maraknya era digital, seperti membudayakan aktivitas membaca di sekolah, mengoptimalkan peran perpustakaan, membentuk konkomuni baca hingga membiasakan memberikan hadiah berupa buku untuk setiap keberhasilan.
Khusus di bidang perpustakaan, Sofyan mengatakan bahwa tantangan literasi digital bisa diupayakan dengan meningkatkan pemerataan dan kualitas layanan perpustakaan dalam meningkatkan literasi masyarakat untuk kesejahteraan.
"Mengutip judul di salah satu harian cetak nasional bahwa literasi yang rendah sama dengan menumbuhkan ladang hoax," tambah Tan.
Lalu, bagaimana cara mengetahui apakah informasi yang diterima itu hoax atau bukan?. Masyarakat bisa mendeteksi apakah ada kesesuaian antara judul dan isi, mengecek sumber informasi, mengetahui kredibilitas penulis, dan arah keberpihakan penulis atau media yang menyebarkan.
Permasalahan literasi bisa diantisipasi dengan menaikkan rasio buku yang terbit, membuka akses masyarakat ke perpustakaan seluas-luasnya, hingga melakukan pelestarian dan pemanfaatan naskah. Jika cara itu bisa dimaksimalkan, secara perlahan budaya baca bisa ditumbuhkan.
Reportase : Hartoyo Darmawan
sumber:https://www.perpusnas.go.id/news-detail.php?lang=id&id=1811080118540NZpOUW9zv